RETORIK.ID, Jakarta – Hanry Sulistio, seorang advokat dan pengusaha dari Samarinda mengaku tidak terkejut dengan hasil vonis 6,5 tahun penjara kepada pengusaha Harvey Moeis.
Menurut Hanry, vonis tersebut merupakan hanya salah satu dari sekian banyak contoh putusan hakim yang ugal-ugalan. Vonis terhadap koruptor Harvey Moeis ini mempertegas betapa busuknya dunia perhakiman di Indonesia.
Bahkan kata dia, sebelumnya pada bulan Agustus 2024 lalu sebanyak 7 orang mafia hukum sudah digugat ke PN Jakarta Pusat dengan hakim yang sama dengan perkara Harvey Moies yakni Eko Aryanto. Dikatakan Hanry, Eko memang sengaja dipasang ketua PN Jakarta pusat khusus menjadi pengkhianat hukum pasal 5 ayat 1 UU No. 48/2009 Kekuasaan Kehakiman dimana melawan rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat.
Hanry tegas mengatakan, Eko Aryanto adalah penjahat hukum dibalik seragam hakim dan seorang bidak. Hanry lanjut menuturkan, gembong mafia hukum wajib dipecat bila perlu di gantung ditengah masyarakat sebagai pengkhianat rakyat, bangsa dan negara.
“Saya sudah menduga dari awal bahwa hasil vonis hakim Harvey Moeis diadili Eko Aryanto adalah setingan gembong mafia hukum, itu drama semua,” ujar Hanry geram.
“Putusan Eko Aryanto terbukti melawan rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat, karena saya sudah tau bagaimana busuknya praktik hakim Eko Aryanto ini di berbagai kasus, apalagi yang perkara timah ini jelas-jelas uangnya banyak begitu,” tegas Hanry Sulistio kepada Kabarbaru.co di Jakarta, Kamis (26/12/2024).
Selanjutnya, Hanry mendorong kepada Presiden Prabowo untuk tidak segan-segan memperbaiki busuknya dunia kehakiman di Indonesia. Menurutnya, jika fenomena busuk ini terus dibiarkan maka masyarakat kecil akan terus menjadi korban dan koruptor semakin manjadi-jadi.
Salah satu usulan yang Hanry sampaikan adalah dengan memberantas mafia hukum mulai dari hakim. Hanry mengusulkan, Jaksa dan polisi dari pucuk pimpimpinannya, yaitu mencopot dengan tidak hormat kepala Banwas Mahkamah Agung bernama Sugyanto dan mengganti dengan yang lebih berintegritas, dan memecat mereka (read: Hakim) yang kerap melindungi oknum hakim nakal alias pengkhianat hukum.
“Tidak ada cara lain untuk menyelesaikan semua persoalan koruptor negara ini selain dari pada bertolak dari hukum yang bersih dulu, busuknya dunia penegakan hukum karena para petinggi lembaga hukum di jabat penjahat atau gembong nya mafia hukum. Saya berani jamin kata-kata saya ini karena sudah sangat ironi sekali dan memuakan,” timpal Hanry.
“Selain Presiden turun langsung dan melakukan langkah tegas dengan menyoal para petinggi lembaga hukum mulai dari Listyo Sigit Prabowo, Burhanuddin dan mantan ketua MA Syarifuddin serta Amzulian Rifai, Sugyanto, Arie Sudhihar, Mukti fajar Nur Dewata yang kini sebagai petinggi Komisi Yudisial, mereka saya pastikan sebagai pelaku mafia hukum yang dengan berani terang terangan berpraktek ke biadaban dan pelaku kesialan negeri ini bahkan gembongnya mafia hukum berikut drama mereka dapat saya uraikan jika diberi kesempatan face to face agar rakyat sadar dan teredukasi siapa pengkhianat sejati di NKRI,” tegas Hanry.
“Kita rakyat dan para tokoh jangan terus bertele-tele dalam melihat kondisi negeri yang semakin terpuruk, ketahuilah hukum adalah pondasi berbangsa dan bernegara, jika pondasi ini runtuh maka sangat berbahaya untuk kelangsungan, ayo para tokoh jangan berdiam diri, ini saatnya kalian keluar bersuara langsung pada titik pangkal persoalan,” tutup Hanry.
Dalam kesempatan yang sama, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku heran dengan vonis 6,5 tahun yang diterima Harvey Moeis.
Mahfud mengatakan, tuntutan dari jaksa saja cuma 12 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar dan uang pengganti Rp210 miliar. Namun, ternyata putusan hakim hanya separuhnya.
“Tak logis, menyentak rasa keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU Rp 300T,” kata Mahfud di akun Twitter @mohmahfudmd, Kamis (26/12).
Untuk diketahui, Vonis 6,5 penjara untuk Harvey Moeis dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (23/12). Vonis itu disertai denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara. Suami aktris Sandra Dewi itu juga wajib membayar uang pengganti sejumlah Rp210 miliar.
Uang itu harus dibayarkan paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Pengadilan menyatakan Harvey terbukti melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Meski demikian, vonis untuk Harvey hanya separuh dari tuntutan jaksa. Hakim menilai tuntutan itu terlalu berat untuk Harvey.
“Majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa,” ucap ketua majelis hakim Eko Aryanto pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12).
Hakim mengatakan, PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT) tidak melakukan penambangan ilegal di Bangka Belitung karena memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Hakim juga menyebut vonis Harvey lebih ringan karena ia sopan selama persidangan. Selain itu, hakim menyebut Harvey punya tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum sebelumnya.