Daerah  

Usut Tuntas, SAPMA Pemuda Pancasila Malang Desak Semua Pihak Transparan Atas Tragedi Kanjuruhan

Kabid Hukum dan HAM SAPMA Pemuda Pancasila Kabupaten Malang, Axel Kharisma.

RETORIK.ID, Malang – Sejumlah pihak turut menanggapi adanya tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang beberapa waktu lalu. Salah satunya yakni Satuan Siswa Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Kabid Hukum dan HAM SAPMA Pemuda Pancasila Kabupaten Malang, Axel Kharisma mengatakan, tragedi yang mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka itu merupakan peristiwa kelam dalam per-sepakbolaan Indonesia.

Kata dia, peristiwa itu masih menyisakan tanda tanya besar bagi kalangan suporter dan masyarakat. Makanya, dia menganggap, kejadian itu patut dicurigai sebagai pembantaian massal.

“Kanjuruhan disaster adalah tragedi kemanusiaan, bukan antar suporter melainkan arogansi kekuasaan” ujar Alex saat diwawancara, Kamis (06/09/2022).

Berdasarkan pengamatannya, Arema FC menelan kekalahan dari Persebaya dengan skor 3-2, namun bukan itu yang menjadi persoalan. Turunnya beberapa suporter yang ingin memberikan dukungan dan kritiklah yang menjadi pemicu kerusuhan ini terjadi.

Dia menilai, bahwa respon dari aparat pengamanan terlalu berlebihan dalam menghalau massa. Terlebih, dalam penggunaan gas air mata yang menurutnya jelas-jelas dilarang dalam aturan FIFA digunakan di dalam stadion.

“Namun apa yang terjadi, didalam Stadion Kanjuruhan malam itu gas air mata seolah-olah dikeluarkan sebagai hadiah kematian untuk saudara-saudara kami. Apalagi penyebab kematian ratusan Aremania tersebut adalah dari gas tersebut,” terangnya.

Dalam hal ini, pihaknya mendukung langkah yang ditempuh Aremania dalam menegakkan keadilan, termasuk langkah secara hukum. Tak hanya itu, pihaknya juga mendesak pemerintah agar mengusut tuntas masalah ini secara transparan.

“Tragedi memilukan pada 1 Oktober kemarin tidak boleh hanya dikatakan pelanggaran kode etik, itu pidana. Kami mendesak agar semua pihak tidak ada yang menutup-nutupi, usut tuntas. Tidak bisa dan bisa dikatakan haram jika hanya pelanggaran kode etik, ini pidana dan pelanggaran HAM” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *